tukang becak atau pengusaha? Sejarah mencatat bahwa tahun 1996–1998, mahasiswa mengalami masa–masa menegangkan dan penuh perjuangan dalam mengawal masa kepemimpinan rezim Soeharto. Bukan hanya harta ataupun waktu, tetapi nyawapun siap untuk mereka korbankan. ”Beda zaman, beda kondisi”. Mungkin itulah yang sedang melanda sebagian besar mahasiswa Indonesia. Pernyataan di atas ada benarnya. Namun, kebanyakan mahasiswa sekarang menafsirkan berbeda. Mereka beranggapan bahwa kuliah itu yang penting lulus dengan IPK bagus dan cepat kerja. Tidak seperti mahasiswa dulu yang lebih senang berurusan dengan birokrasi. ”Sekarang kondisinya sudah lain, tak seperti dulu”. Inilah yang menjadi trend mahasiswa sekarang. Tampaknya telah terjadi pergeseran paradigma mahasiswa kemarin dan saat ini. Kalau kemarin mahasiswa cenderung bergerak untuk kesejahteraan rakyat, tetapi terkadang lupa akan studinya. Sekarang malah sebaliknya, aktif mengejar urusan studi, tetapi jiwa sosialnya mulai luntur. Bila kita mencermati dua kondisi mahasiswa di atas maka tampak bahwa tiap zaman, mahasiswa memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda. Lalu, tipe mahasiswa apa yang ideal ? Mahasiswa merupakan golongan elit di bangsa ini. Dari sekian banyak pemuda di negeri ini, merekalah yang memiliki kapasitas keilmuan lebih dari sisanya. Sebenarnya, merekalah yang paling bisa diharapkan untuk memimpin perubahan bangsa ini. Dan pada kenyataannnya memang bangsa ini berharap
1) agen perubahan,
2) penjaga nilai, dan
3) cadangan masa depan.
Mahasiswa ideal
adalah mereka yang dapat menyadari, memahami, dan menjalankan peran yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya. Diperlukan kapasitas yang cukup untuk menjalankan peran-peran tersebut dengan baik. Ada tiga kelompok besar kapasitas yang diperlukan:
1) kapasitas akhlak dan moral,
2) kapasitas sosial politik,
3) kapasitas keilmuan dan keprofesian.
Seorang agen perubahan dituntut untuk memberikan pengaruh kepada manusia yang lain sehingga perubahan itu dapat terjadi di sekitarnya. Ini menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang manusia. Di sinilah letak pentingnya kapasitas sosial politik. Agar para agen tersebut dapat berkomunikasi secara baik dengan manusia lainnya untuk menyampaikan gagasan perubahan yang dibawanya serta efektif dalam merekayasa perubahan sosial di sekitarnya. Mahasiswa sebagai penjaga nilai memerlukan kapasitas akhlak dan moral yang baik. Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa akar permasalahan yang ada di bangsa ini adalah busuknya moralitas. Mahasiswalah yang masih dianggap idealis untuk mengatakan yang benar itu benar dan salah itu salah. Karena mahasiswa dinilai tidak memiliki kepentingan politis dalam memperjuangkan apa yang dikatakannya. Sebagai cadangan masa depan, mahasiswa yang akan mengisi pospos kepemimpinan negeri ini. Mereka adalah calon ilmuan, insinyur, dokter, menteri, jaksa, polisi, presiden, dsb. Untuk dapat memimpin, kemampuan retorika dan moralitas yang baik saja tidak cukup. Melainkan diperlukan juga kompetensi konkret yang mumpuni di bidang masing-masing. Semakin banyak bidang yang kita unggul di dalamnya, semakin banyak bahasa yang bisa kita gunakan untuk membahasakan kita. Dengan keseimbangan antara ketiga peran dan kapasitas yang diperlukan dalam menjalankan peran tersebut, maka akan mucul generasi baru dan era baru mahasiswa yang lebih baik, generasi dari sebuah akumulasi dua era sebelumnya, sudah saaatnya kita bergerak memulai era tersebut, mulailah saat ini, dan mulailah dari diri kita masing – masing. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi Kalau bukan Kita...